SELAYANG PANDANG DESA LES

Kategori :

DItulis Oleh

dipublikasi pada

Desa wisata Les adalah sebuah desa wisata yang memiliki konsep pengembangan Nyegara (Pantai) dan Gunung. Dalam pengembangan kegiatan wisata, Desa Wisata Les menyajikan potensi alam, budaya, dan kearifan lokal masyarakat. Dengan aktifitas yang saling mendukung antara alam, budaya, dan masyarakat maka terwujud sebuah konsep wisata di mana hulu (gunung) dan segara (laut) menjadi harmoni.

Secara administratif, Desa Les merupakan bagian dari Kecamatan Tejakuka yang memiliki luas 97,68 km² dan terletak di sisi timur Kabupaten Buleleng. Kecamatan Tejakula berjarak 38 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Buleleng di barat. Kecamatan ini memiliki garis pantai sepanjang 27,23 km. Topografi kecamatan Tejakula adalah daratan rendah dengan suhu rata-rata 28°C. Kecamatan Tejakula terdiri atas 10 desa, salah satunya Desa Les—yang berada di sebelah timur.

Mengenai asal usul nama Desa Les, ada yang berpendapat berasal dari kata ngenes atau mekiles yang berarti pergi dari suatu tempat ke tempat lain sambil bersembunyi. Tapi karena ditulis dengan aksara Bali, huruf “nga” digantungi “na kojong”, akhirnya berbunyi Les. Versi lain menyebut bahwa sesungguhnya sejak awal desa itu memang bernama Les—yang berarti bersembunyi. Menurut kamus bahasa Kawi karangan W.J.S. Purwadarminta, kata “les” berarti lari atau melarikan diri. Sedangkan kata ngenes artinya (konon) bersembunyi.

Desa Les berada di kawasan pesisir pantai utara Laut Bali, adapun batas administrasi Desa Les adalah:

  • Sebelah Utara             : Laut Bali Utara
  • Sebelah Selatan           : Hutan Kintamani, Bangli
  • Sebelah Timur             : Desa Penuktukan
  • Sebelah Barat              : Desa Tejakula

TERMASUK DESA TUA DI BALI

Desa Les termasuk desa tua di Bali. Nama Les tertuang dalam Prasasti Kintamani E yang dikeluarkan pada 1122 Saka (atau 1200 Masehi). Data epigrafi dan etnografi pada masa klasik antara abad IX-XII di Bali menunjukkan bahwa ada hubungan yang bersifat dendritik antara desa-desa di pesisir Tejuka dengan wilayah di pedalaman Kintamani. Hubungan ini, selain disebut jelas dalam prasasti (Sukawana D dan Kintamani E), juga bisa dilihat melalui keterkaitan upacara di Pura Puncak Penulisan di Desa Sukawana, Kintamani.

Upacara di pura tersebut dilakukan oleh aliansi desa kelompok setimanan yang berjumlah 45 orang. 22 anggota dari pesisir Tejakula dan Les, sedangkan sisanya (23 anggota) dari Sukawana. Di Desa Les terdapat Sanggah Kamulan Dadap Sakti, di Desa Sukawana, Siakin, Pinggan, Penuktukan, dan Sambirenteng juga terdapat hal yang sama.

Selain itu, wilayah Les dan sekitarnya juga diyakini sebagai pelabuhan besar, dulu. Bukti tersebut tertuang dalam berbagai prasasti seperti Sawan/Bila A1 tahun 1945 Saka (1023 M), Prasasti Sembiran A IV tahun 987 Saka (1065 M), dan Prasasti Kintamani E tahun 1122 Saka (1200 M).

NYEGARA GUNUNG

Lanskap Desa Les cukup lengkap. Ada daratan (pertiwi) selatan, ada lautan (baruna) di utara. Perbaduan ini menjadikan Les sebagai desa yang memiliki banyak potensi. Luas wilayah Desa Les sekira 769 hektar, termasuk di dalamnya hutan seluas 200 hektar dan wilayah pesisir seluas 135 hektar. Sebagian besar wilayah Desa Les merupakan tegalan atau ladang dan hutan lindung. Daerah persawahan hanya empat persen sedangkan wilayah pemukiman umum hanya enam persen dari total luas desa. Sedangkan pantai Desa Les membujur dari barat ke timur sepanjang dua kilometer. Bentuk geografis Desa Les merupakan kombinasi dataran rendah dan dataran tinggi. Kondisi pantai berbatu mulai dari bongkahan batu kecil hingga sedang, berpasir kelabu hingga hitam—pasir kelabu merupakan hasil sisa dari letusan Gunung Agung. Desa Les terdiri atas sembilan banjar (dusun) yakni, banjar Kanginan, Butiyang, Panjingan, Tegallinggah, Kawanan, Selonding, Tubuh, Lempedu, dan Banjar Panyumbahan

Masyarakat pesisir di kawaasan Desa Les memandang laut sebagai tatanan kosmis baik secara sekala (alam nyata) maupun niskala (alam tak nyata atau gaib). Laut sebagai tatanan kosmis secara sekala, oleh masyarakat setempat dipandang sebagai bagian dari alam yang dapat dijadikan sebagai suatu ruang hidup, tempat berusaha/mengadu nasib. Pandangan masyarakat nelayan tentang laut sebagai ruang hidup dapat disimak dari ungkapan yang menyatakan “uma abiane di pasihe”. Ungkapan tersebut di satu sisi menyiratkan akan kekentalan budaya agraris yang dimiliki oleh masyarakat nelayan, sebagai konsekuensi dari ideologi yang memandang tanah sawah dan tegalan sebagai suatu ekologi tempat mereka melakukan usaha produktif. Kekentalan terhadap budaya agraris tentu terkait dengan latar belakang kultur sosial ekonomi masyarakat nelayan, yang sebelumnya umumnya merupakan keluarga petani sawah.

Ungkapan tersebut di sisi lain menyiratkan adanya kesadaran yang berkembang pada sebagian besar masyarakat pesisir, bahwa ruang lingkup untuk mencari nafkah tidak hanya di sawah (uma) dan tegalan/abian (kebun), tetapi juga di laut. Dengan demikian, masyarakat nelayan telah mengembangkan suatu ideologi bipolarisasi sumber daya kehidupan. Hal ini sejalan dengan ideologi nyegara gunung, yang tidak hanya bernuansa sosial religius tetapi juga bernuansa sosial ekonomi, kultural, dan polotik. Kesadaran akan laut sebagai ruang kosmis yang memiliki potensi yang dapat menunjang pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat pesisir telah mengembangkan kesadaran akan pentingnya pemeliharaan dan kelestarian ekosistem pesisir dan laut.

POTENSI DESA LES

Desa Les memiliki tiga (3) potensi utama sumber daya pesisir, yakni (1) potensi perikanan konsumsi atau perikanan tangkap, (2) potensi perikanan hias, dan (3) potensi di bidang ekowisata bahari. Hal ini tidak terlepas dari kondisi wilayah perikanan Desa Les yang memang sangat cocok bagi ekosistem dan sumber daya ikan tangkap/konsumsi. Wilayah perikanan tangkap di perairan laut Desa Les merupakan bagian dari wilayah pengelolaan perikanan perairan Bali Utara. Adapun jenis ikan tangkap atau ikan konsumsi yang terdapat di pesisir Desa Les adalah ikan tuna, ikan salmon, tongkol, cumi dan gurita.

Selain ikan konsumsi, wilayah perairan Desa Les memiliki potensi ikan non-konsumsi, yaitu ikan karang hias dan bibit alam komersal. Adapun jenis ikan hias yang ditemukan di laut Desa Les terdiri dari lima famili yaitu: (1) Famili Pomacanthidae, meliputi angel ungu (Centropyge argi), enjel BK (Centropyge bicolor), enjel hitam (Centropyge melas), enjel abu-abu (Curoliki sp); (2) Famili Labridae, meliputi bajing laut (Bodianus bilunulatus), anjing laut (Bodianus sp.), keling daun (Cheilio enermis), keling mutiara (Coris sp.); (3) Famili Acanthuridae, meliputi butana kuning (Acanthurus caerulerus), butana biru (Acanthurus leocostemon), butana kaca mata (Acanthurus nigricans), butana kasur (Acanthurus lineatus); (4) Famili Chaetodontidae, meliputi kepe gajah (Chaetodon lunula), kepe bulan (Chaetodon speculum), kepe pyramid (Hemithaurichthyes polylepis); (5) Famili Scorpaenidae, melipiti skorpio kembang (Dendrochirus zebra), skorpio gajah (Nemapterois blocellata), skorpio biting (Pterois antenata), skorpio radiata (Pterois radiata).

Selain ikan tangkap dan ikan hias, potensi lain yang dimiliki oleh Desa Les adalah keanekaragaman hayati dan ekosistem terumbu karang. Terumbu karang merupakan ekosistem yang amat penting bagi keberlanjutan sumberdaya yang terdapat di wilayah pesisir dan laut yang umumnya tumbuh di daerah tropis serta mempunyai produktifitas primer yang tinggi.

Sedangkan di bibir pantai Les juga terdapat ladang garam tradisional dengan kualitas produk unggulan.

Di daratan, Les punya satu air terjun, Yeh Mampeh, namanya, yang memiliki tinggi kurang lebih 20 meteran. Lalu jalur tracking Bukit Yangudi, tempat melukat di Yeh Anakan, yang airnya mengalir langsung dari mata air alami.

Pohon-pohon lontar yang tumbuh subur di punggung-punggung dan lereng-lereng bukit menjadikan Les sebagai desa dengan produksi gula, tuak, dan arak yang menjanjikan. Pula wisata kuliner yang kaya varian, sebut saja salah duanya, jukut blook dan mengguh yang terkenal itu. Di Les juga tersedia aneka olahan dari ikan laut yang terkenal lewat Warung Bali Mula, yang telah berhasil menarik para pelancong dari berbagai kalangan yang datang dari dalam dan luar negeri.

Juga jangan lupakan kekayaan warisan budaya, tradisi, dan keseniannya. Les cukup percaya diri akan hal ini. Seniman wayang, perak dan emas, anyaman, dan ukiran cukup diunggulkan di desa ini. Mereka, para seniman itu, seperti lahir begitu saja tanpa melalui proses pendidikan formal yang jelimet. Dan lihatlah, karya mereka tak kalah bagus dengan karya-karya seniman dari Ubud dan sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ardika, I Wayan. 1989. Ekskavasi Arkeologi di Situs Sembiran dan Pacung, Kecamatan Tejakula, Buleleng. Denpasar: Universitas Udayana.

Ardika, I Wayan. 2022. Manusia dan Kebudayaan Bali 2000 tahun Silam. Denpasar:Universitas Udayana.

Arta, Ketut Sedana. 2019. Perdagangan Di Bali Utara Zaman Kerajaan Bali Kuno Perspektif Geografi Kesejarahan. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial, Vol. 5, No. 2.

Maryati, T, et al. 2009. Pecalang Segara “Satgas Keamanan Tradisional Penjaga Kelestarian Lingkunngan Pntai dan Laut” (Suatu Kajian Pada Masyarakat Desa Pakraman Di Pesisir Pantai Utara Bali), UNDIKSHA Singaraja.

Rimayani, Sungkem Putrika. 2015. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Desa Les, Kecamatan Tejakula, Bali. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *